PERPUSTAKAAN BDK BANDUNG

  • Beranda
  • Informasi
  • Berita
  • Bantuan
  • Pustakawan
  • Area Anggota
  • Pilih Bahasa :
    Bahasa Arab Bahasa Bengal Bahasa Brazil Portugis Bahasa Inggris Bahasa Spanyol Bahasa Jerman Bahasa Indonesia Bahasa Jepang Bahasa Melayu Bahasa Persia Bahasa Rusia Bahasa Thailand Bahasa Turki Bahasa Urdu

Pencarian berdasarkan :

SEMUA Pengarang Subjek ISBN/ISSN Pencarian Spesifik

Pencarian terakhir:

{{tmpObj[k].text}}
Image of Soeharto : the untold stories
Penanda Bagikan

Text

Soeharto : the untold stories

Mahpudi - Nama Orang; Bakarudin - Nama Orang; Dwitri Waluyo - Nama Orang; Donna Sita Indria - Nama Orang; Anita Dewi Ambarsari - Nama Orang;

“Piye to kok ora bisa ditulung (bagaimana sih kok tidak bisa ditolong)?” adalah pertanyaan Pak Harto ketika ia merasa limbung menghadapi kenyataan baru saja kehilangan belahan jiwanya, Ibu Tien Soeharto—istri tercinta yang puluhan tahun menemaninya mengarungi suka dan duka, istri yang selalu mengobarkan semangatnya, menuangkan kasih sayang, serta menguatkan hati.rnrnSetetes air mata Pak Harto menandai kehilangan besar yang harus diikhlaskannya hari itu, disaksikan Profesor Dr. Satyanegara yang selanjutnya menjadi lebih sering menjaga kesehatan Pak Harto. Demikian pula perjalanan hidup Pak Harto sejak muda yang terekam dengan baik dalam ingatan keluarga besar, sesama kepala negara, para menteri, ajudan, serta orang-orang yang bekerja bersamanya, menjelaskan sisi-sisi lain karakter Pak Harto yang sangat jarang dipublikasikan, yang selama ini tersimpan sebagai the untold stories seorang Pak Harto.rnrnMasih dalam kenangan mesra Pak Harto bersama Ibu Tien, Brigjen TNI (Purn) Eddie Nalapraya, yang berpangkat kapten ketika menjadi pengawal pribadi Pak Harto dirnrntahun-tahun awal menjabat Presiden RI, pernah mendapat pesan jenaka dari Ibu Tien. Ibu Negara itu mengetuk-ngetuk jendela mobil sesaat sebelum Eddie berangkat mengawal Pak Harto memancing ke laut lepas, “Jangan memancing ikan yang berambut panjang ya....” Pesan canda buat sang pengawal itu membuat Pak Harto tersenyum mendengarnya.rnrnSementara Profesor Dr. Emil Salim, Menteri Lingkungan Hidup pada masa pemerintahan Pak Harto, menuturkan kisah yang mengharukan ketika sepasukan tentararnrndisiapkan untuk menembaki serombongan gajah yang dilaporkan memorakporandakan kebun-kebun warga desa transmigrasi di Lampung. Rupanya hewan-hewan besar iturnrnkeluar dari hutan karena setiap enam bulan sekali mereka perlu berendam di laut untuk mendapatkan garam.rnrn“Mendengar rencana itu, Pak Harto segera memerintahkan agar para tentara tidak menembaki kelompok gajah pada saat mereka pulang nanti, melainkan menggiringnyarnrnmelalui jalan yang berbeda, dengan menggunakan peralatan yang bisa menghasilkan bunyi-bunyian seperti genderang dan terompet. Maka pada perjalanan kembali ke habitatnya di atas bukit, gajah-gajah itu tidak lagi menghancurkan kebun dan rumah di desa transmigrasi,” cerita Pak Emil.rnrnIde sederhana Pak Harto ini berakhir tidak sederhana. “Setelah berhari-hari mengawal kawanan gajah pulang ke hutan tempat tinggalnya di atas bukit, beberapa tentararnrnmeneteskan air mata haru karena dapat merasakan terbitnya kasih sayang di hati mereka terhadap hewan-hewan itu. Presiden Soeharto lantas mengundang semuarnrntentara yang bertugas dari yang berpangkat terendah ke rumahnya di Jalan Cendana. Dengan riang Pak Harto menyalami mereka satu per satu sebagai tanda terimarnrnkasih,” cerita Pak Emil.rnrnBuku ini memang sarat bermuatan kisah-kisah human interest sebagai bagian dari keseharian Pak Harto sejak muda hingga akhir hayatnya. Kisah tentang seekor burungrnrnbeo di halaman belakang yang akhirnya menjadi salah bicara setelah Pak Harto berhenti dari jabatan presiden, isyarat dari alam semesta mengenai akan terjadinya suaturnrnperistiwa duka terhadap diri Pak Harto melalui burung-burung camar yang merontokkan bulu-bulunya memenuhi geladak kapal pada saat Pak Harto sedang bermalam di tengah laut, bahkan kisah tentang rumor yang tidak bertanggung jawab di seputar wafatnya Ibu Tien Soeharto, semua terpapar gamblang apa adanya di dalam buku ini melalui penuturan 113 narasumber yang mengalami dari dekat berbagai peristiwa suka duka di sepanjang hidup Pak Harto.


Ketersediaan
#
Belum memasukkan lokasi Belum memasukkan lokasi
B210359
Tersedia
#
Belum memasukkan lokasi Belum memasukkan lokasi
B210360
Tersedia
Informasi Detail
Judul Seri
-
No. Panggil
923.1 MAH p
Penerbit
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama., 2012
Deskripsi Fisik
603 hlm. : ilus. ; 25 cm.
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
978-979-22-8343-3
Klasifikasi
923.1
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
cet. I
Subjek
biografi presiden
Info Detail Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
Mahpudi
Versi lain/terkait

Tidak tersedia versi lain

Lampiran Berkas
Tidak Ada Data
Komentar

Anda harus masuk sebelum memberikan komentar

PERPUSTAKAAN BDK BANDUNG
  • Informasi
  • Layanan
  • Pustakawan
  • Area Anggota

Tentang Kami

Perpustakaan Balai Diklat Keagamaan Bandung merupakan perpustakaan utama di lingkungan Balai Diklat Keagamaan Bandung yang difungsikan untuk mendukung seluruh kegiatan Balai Diklat Keagamaan Bandung.

Cari

masukkan satu atau lebih kata kunci dari judul, pengarang, atau subjek

Donasi untuk SLiMS Kontribusi untuk SLiMS?

© 2025 — Senayan Developer Community

Ditenagai oleh SLiMS
Pilih subjek yang menarik bagi Anda
  • Karya Umum
  • Filsafat
  • Agama
  • Ilmu-ilmu Sosial
  • Bahasa
  • Ilmu-ilmu Murni
  • Ilmu-ilmu Terapan
  • Kesenian, Hiburan, dan Olahraga
  • Kesusastraan
  • Geografi dan Sejarah
Icons made by Freepik from www.flaticon.com
Pencarian Spesifik
Kemana ingin Anda bagikan?